Seperti kita ketahui bersama bahwa benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam dunia petanian. Suatu usaha perbenihan akan dapat berhasil dengan baik bilamana didukung dengan penggunaan benih yang bermutu dan berkualitas, dan keberadaan benih yang bermutu dan berkualitas tersebut tidak bisa terlepas dari peran serta Pengawas Benih Tanaman {PBT}, sehingga dalam konteks ini PBT memiliki peran yang sangat strategis sebagai penentu baik dan tidaknya suatu usaha perbenihan.
Kondisi tersebut diatas menuntut kredibilatas dan kompatibilitas seorang pengawas benih yang sangat tinggi, sehingga mau tidak mau PBT harus memiliki keahlian dan ketrampilan yang memadai untuk menjawab tantangan tersebut, apalagi saat ini kondisi PBT semakin berkurang karena sebagian sudah memasuki usia pensiun, kondisi ini semakin menambah beban kerja PBT, sementara pengadaan atau rekruitmen PBT tidak serta merta dapat menggantikan PBT yang sudah pensiun baik dalam jumlah maupun kemampuan pengawas benih, karena untuk bisa mendapatkan PBT yang handal dibutuhkan waktu yang tidak sebentar, mereka harus dilatih sedemikian rupa sehingga benar-benar mampu menjadi PBT yang handal dan profesional.
Mengingat begitu pentingnya peran Pengawas Benih tersebut maka keberadaan PBT ini menjadi sebuah keharusan dalam upaya untuk memajukan usaha perbenihan menjadi perbenihan yang handal dan mandiri menuju swasembada benih di Indonesia. Namun dalam upaya untuk mewujudkan hal tersebut ada beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh pengawas benih apalagi di era milenial ini. Adapun tantangan tersebut antara lain adalah :
Pertama, Jumlah PBT yang semakin berkurang, ditahun 2018 jumlah PBT seluruh Indonesia ada sejumlah ± 998 orang dan akan semakin berkurang ditahun tahun mendatang. Kondisi ini majadi PR bagi pemerintah mengingat begitu pentingnya peran PBT dalam usaha perbenihan di Indonesia.
Jumlah Pengawas Benih di Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2020 ada sebanyak 15 personil dan akan terus berkurang tiap tahunnya karena memasuki usia pensiun. Dengan sejumlah itu maka PBT harus mengampu lahan sertifikasi seluas ± 1.130 ha, belum lagi ditambah dengan ketugasan lain terkait perbenihan seperti pengawasan peredaran benih, pengawasan benih bantuan monitoring stock benih dan penanganan kasus perbenihan bilamana terjadi, dan juga ada beberapa PBT yang diberikan tugas tambahan untuk membantu mengelola kegiatan diluar kegiatan PBT Hal ini semakin menambah beban kerja PBT semakin over load. Belum lagi untuk komoditas Hortikultura yang juga memiliki kegiatan yang hampir sama dengan kegiatan tanaman pangan yang tentu saja juga membutuhkan penanganan yang seksama semakin menambah deretan panjang tanggungjawab yang dipikul oleh PBT, apalagi komoditas tanaman hortikultura itu banyak sekali jenisnya dan masing-masing jenis mempunyai Persyaratan Teknis Minimal (PTM) yang berbeda-beda.
Kedua, Sistem Perundang-undangan (Peraturan Perbenihan) yang sangat dinamis dan setiap saat dapat berubah menyesuaikan perkembangan jaman. Kondisi ini menuntut Pengawas Benih (PBT) harus selalu rajin mengikuti perkembangan peraturan yang berlaku sehingga setiap derap langkahnya dalam melaksanakan tugas selalu berdasarkan aturan terbaru yang berlaku. Dan hal ini bukanlah sesuatu yang mudah, karena setiap PBT dituntut untuk memiliki sikap yang cerdas dan tangkas serta mampu menyesuaikan setiap perubahan peraturan yang berlaku dan menerapkan aturan tersebut dalam pelaksanaan tugasnya.
Ketiga, Dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi berkembang pula teknologi perbenihan, hal ini menuntut kesiapan pengawas benih dalam menghadapi perkembangan teknologi tersebut, sehingga PBT harus selalu melek teknologi dan ilmu pengetahuan agar tidak tergilas oleh kemajuan jaman yang semakin menggelobal. Semakin tingginya permintaan akan kemampuan pengawas benih dalam menjalankan tugasnya maka tidak ada jalan lain bagi PBT selain mengkatkan dan terus meningkatkan kapabilitasnya sebagai pengawas benih sehingga mampu menjawab permasalahan yang terjadi di lapangan.
Dengan semakin majunya teknoliogi tersebut tidak menutup kemungkinan akan berkembang pula tuntutan dari pihak costumer agar proses sertifikasi dapat dilakukan secara online mengingat semakin banyaknya pelayanan publik yang dilakukan secara online, kondisi ini memang harus disikapi secara bijak, agar menjadi isu yang membangun demi kemajuan pelayanan kepada customer, karena hal seperti itu bukanlah sesuatu yang mustahil untuk dilakukan terlebih dijaman milenial ini, dan itu harus ditangkap oleh Pengawas Benih sebagai sebuah tantangan yang harus bisa direalisasikan, untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat perbenihan.
Itulah beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh setiap Pengawas Benih Tanaman (PBT) agar bisa tetap eksis dalam menjalankan tugasnya dan tidak ketinggalan informasi yang kian pesat. Dan untuk menunjang kegiatan PBT tersebut perlu kiranya keterlibatan dari pihak-pihak yang terkait agar pelaksanaan tugas PBT tersebut menjadi lebih lancar.
Penulis : Ekawahyuaryana,SP (PBT Madya UPTD BPPPMBTP Daerah Istimewa Yogyakarta)