Yogyakarta (05/10/2020) jogjaprov.go.id – Skema penanggulangan COVID-19 yang dilakukan Pemda DIY diapresiasi oleh Kepala Staf Presiden RI Jenderal (Purn) Moeldoko saat beraudiensi dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, Jumat (02/10) lalu. Kebijakan DIY yang melakukan pembatasan berskala kecil atau yang diistilahkan sebagai micro lockdown di tingkat kampung dinilai efisien dalam menekan laju penyebaran COVID-19.
Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji selanjutnya memberikan penjelasan rinci mengenai skema pembatasan yang dilakukan Pemda DIY. Aji menuturkan bahwa pembatasan kecil atau ada yang mengistilahkan sebagai micro lockdown adalah pembatasan pada sebagian kecil dari wilayah atau pada aspek atau bidang saja. “Saat awal pandemi, sebenarnya tidak ada istilah micro lockdown. Mulai saat itu desa atau kampung di DIY melakukan pembatasan untuk keluar masuk wilayah masing-masing. Tujuannya adalah agar ada pengawasan internal bagi pendatang atau yang keluar dari desa,” jelas Aji saat ditemui di kantornya, Senin (05/10).
Selain pembatasan wilayah, menurut Aji, terdapat pula pembatasan pada beberapa bidang, misalnya pendidikan. Aji berujar, “DIY masih menggunakan skema belajar di rumah untuk sekolah-sekolah. Kita tidak memberikan kesempatan belajar tatap muka. Harapannya dapat menurunkan risiko terpapar COVID-19. Ini sudah dilakukan sejak COVID-19 ini ada.”
Pada bidang pariwisata, tidak dibukanya bioskop ataupun tempat karaoke juga termasuk contoh micro lockdown. Ditambah lagi dengan tempat-tempat wisata yang belum lengkap protokol kesehatannya, juga masih dilarang untuk dibuka. “Micro lockdown ini banyak untungnya karena kita bisa membatasi kemungkinan penyebaran COVID-19 tapi tidak membatasi atau mengganggu aktivitas masyarakat, baik sosial, ekonomi. Sehingga kalau dibandingkan dengan PSBB (pembatasan sosial berskala besar, -red) ke semua sektor, jelas itu akan mengganggu dari sisi dan proses ekonomi yang berjalan di masyarakat,” tukas mantan Kepala Disdikpora DIY ini.
Aji beranggapan bahwa diterapkannya pembatasan berskala kecil akan memberi kesempatan bagi masyarakat untuk menjaga kesehatan dengan protokol kesehatan dan tetap menjalankan roda ekonomi. “Meski demikian, skema micro lockdown lebih cocok digunakan di daerah yang penularannya tidak masif dan tidak merata. Sebagian daerah di Indonesia, mungkin micro lockdown lebih efektif dibandingkan PSBB, karena PSBB dampaknya ada di pembiayaan, aktivitas pertumbuhan ekonomi, dan penerapannya kan juga tidak mudah,” jelasnya.
Partisipasi Masyarakat Diperlukan
Satu hal yang paling penting untuk keberhasilan skema micro lockdown adalah partisipasi dari masyarakat. “Micro lockdown juga berdampak pada kurangnya pengawasan lalu lintas orang dan barang. Ini tentunya yang harus menjadi perhatian kita agar programnya tidak gagal. Arus lalu lintas dan migrasi penduduk perlu menjadi perhatian bersama, masyarakat harus menjadi subjek,” tambah Aji.
Di samping itu, adanya pelaksanaan gotong-royong yang baik diantara warga masyarakat menjadi amunisi yang baik untuk melancarkan skema micro lockdown. “Orang-orang yang tidak terpapar, bisa membantu orang yang terpapar dari sisi logistik, aktivitas, sehingga yang terpapar bisa mengiloasi diri dengan baik dan nyaman. Orang yang terpapar juga akan lebih baik jika mengumumkan bahwa dirinya terpapar supaya memudahkan tracing yang dilakukan. Oleh karenanya, agar mereka bisa berbesar hati untuk mengumumkan, stigma negatif kepada pasien tersuspek positif jangan sampai terjadi,” tegas Aji.
Adanya sanksi yang diberlakukan untuk perorangan, kelompok, maupun badan usaha yang tidak melaksanakan protokol kesehatan juga menjadi salah satu cara untuk melancarkan skema micro lockdown. Aji menjelaskan, “Kita juga kerahkan tim yang selama ini melakukan pengawasan dengan patroli dan memberi sanksi kepada pelanggar. Kalau perseorangan, akan diberi sanksi sosial dan menulis surat pernyataan. Sementara kalau ruang usaha, kalau melanggar akan diberi peringatan dan menulis surat pernyataan. Kalau mengulang kembali, maka kami akan tutup.”
Kebijakan Pemda DIY Terkait Perpanjangan ke-5 TDB
Disinggung mengenai perpanjangan masa Tanggap Darurat Bencana (TDB) kelima yang dilakukan Pemda DIY, Aji mengatakan keputusan tersebut diambil Gubernur DIY berdasar evaluasi yang dilakukan setiap bulan. “Kita belum bisa prediksi kapan COVID-19 itu akan berakhir, obat dan vaksin juga belum ditemukan. Pitch atau puncaknya bahkan belum tahu. Kemarin kita anggap penambahan 74 itu tertinggi, tapi ternyata setelah itu turun dan tinggi lagi. Oleh karenanya, Bapak Gubernur melakukan evaluasi dan kemudian kembali memperpanjang masa TDB,” tukas Aji. Menurut Sekda DIY yang dilantik November 2019 ini, TDB yang diperpanjang tujuannya untuk mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati, mematuhi protokol kesehatan. Pesan Aji, “Ini adalah sinyal peringatan bahwa COVID-19 masih tetap menjadi perhatian untuk dihindari.”
Berkaitan dengan arus keluar masuk masyarakat ke wilayah DIY, Aji menuturkan jika hal tersebut memiliki dua sisi dampak yakni menggerakkan ekonomi, namun di satu sisi juga memiliki risiko yang besar. “Makanya kita lakukan screening, bukan yang menggunakan kendaraan pribadi namun juga yang naik pesawat terbang dan kereta api. Stasiun, terminal, bandara kita lakukan screening,” ujar Aji.
Di sisi lain, Pemda DIY juga menyiapkan tempat cuci tangan, menyiapkan aturan yang diikuti pendatang, dibantu oleh Satpol PP, Kepolisian, TNI, yang selalu melakukan patroli ke tempat yang ramai pengunjung. “Sehingga walau orang yang datang banyak, kita bisa antisipasi agar tak terjadi penularan. Sementara, kalau sudah diupayakan maksimal dan tetap ada yang sakit, tentu yang harus lebih dipersiapkan adalah sarana kesehatan dengan karantina mandiri ataupun memastikan ketersediaan tempat tidur di RS rujukan agar jumlahnya cukup,” tutupnya. [vin]
Sumber: HUMAS PEMDA DIY