Pangan Segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat dikonsumsi langsung dan / atau yang dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan. Pangan Segar Asal Tumbuhan yang selanjutnya disingkat PSAT adalah pangan asal tumbuhan belum mengalami pengolahan dapat dikonsumsi secara langsung, diolah secara minimal, dan / atau dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan.
Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesebatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Dua hal tersebut seperti yang didefinisikan didalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Pengawasan Keamanan Pangan Terhadap Pemasukan Pangan Segar Asal Hewan Dan Pangan Segar Asal Tumbuhan Ke Dalam Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia Dari Cemaran Radioaktif.
Sedangkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan menguraikan bawah Keamanan Pangan diselenggarakan untuk menjaga Pangan tetap aman, higienis, bermutu, bergizi, dan tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat. Keamanan Pangan dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Dalam hal ini termasuk pula tidak boleh ada cemaran logam berat pada pangan segar asal tumbuhan atau PSAT. Cemaran logam berat terhadap pangan merupakan salah satu jenis cemaran yang banyak terdapat di lingkungan. Sumber cemaran logam dapat berasal dari limbah industri, pertambangan, pertanian dan limbah rumah tangga.
PSAT yang tercemar oleh logam berat dapat membayakan kesehatan apabila dikonsumsi, baik dampak secara langsung maupun tidak langsung. Cemaran logam berat pada PSAT tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sehingga sulit bagi kita menentukan apakah sebuah PSAT tercemar oleh zat logam berat atau tidak. Untuk mengetahuinya harus dilakukan pengambilan sampel dan pemeriksaan di laboratorium. Pemeriksaan yang dilakukan dapat secara kualitatif (hanya menentukan ada tidaknya zat tertentu atau positif/negatif) maupun kuantitatif (mengetahui ada tidaknya sampai dengan jumlah kandungannya dalam satuan tertentu, misal ppm/parts per million). Hasil pemeriksaan kuantitatif kemudian dapat dikomparasikan dengan BMR (Batas Maksimum Residu) yang ditetapkan dalam SNI (Standar Nasional Indonesia).
Jenis-jenis logam berat yang dapat membahayakan kesehatan apabila masuk ke dalam tubuh dalam konsentrasi yang melebihi ambang batas aman (BMR) antara lain :
- arsen (As),
- kadmium (Cd),
- timbal (Pb),
- merkuri (Hg),
- timah (Sn).
Zat-zat tersebut merupakan mikroelemen yang terkandung dan berperan penting dalam tubuh manusia. Namun, dalam jumlah atau tingkat tertentu akan menyebabkan keracunan bagi makhluk hidup, sehingga Badan Standardisasi Nasional (BSN) membuat aturan dalam bentuk Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk batas maksimum residu (BMR) logam berat tersebut agar tidak terjadi keracunan makanan. Contohnya adalah seperti pada SNI 7387:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Logam Berat Pada Makanan dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.
Salah satu penyebab timbulnya logam berat pada pangan ialah karena terjadinya pencemaran logam berat pada tanah, pencemaran logam berat pada tanah ini terjadi jika konsentrasi logam berat pada tanah ini sudah melebihi ambang batas maksimum logam berat pada tanah sehingga kandungan logam tanah ini akan berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh diatasnya. Selain itu akar merupakan organ tanaman yang bersentuhan langsung dengan tanah sehingga akar merupakan organ yang paling awal terpengaruhi sebelum batang, daun, dan buah.
Selain itu juga pencemaran logam pada tanaman pangan juga dapat disebabkan melalui pupuk organik yang digunakan dalam pemeliharaan tanaman tersebut, penerapan berbagai bahan organik misalnya pupuk kandang, kompos, dan limbah kota secara tidak langsung berkontribusi pada akumulasi logam berat dalam tanah. Bukan hanya pupuk organik, tetapi pestisida juga dapat menyebabkan kandungan logam berat pada tanaman pangan, penggunaan pupuk dan pestisida kimia dalam pertanian intensif sering kali dipakai secara berlebihan dan terus menerus sehingga mengakibatkan tanah, air, dan tanaman pangan tercemar oleh logam berat.
Daya toksisitas logam berat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kadar logam yang dikonsumsi, lama konsumsi, umur, jenis kelamin, kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu, dan kemampuan jaringan tubuh dalam mengakumulasi logam (Darmono, 1995). Di dalam tubuh mahluk hidup logam berat tersebut akan mengalami penumpukan atau akumulasi, sehingga konsentrasinya akan jauh lebih tinggi dari konsentrasi logam berat tersebut pada sumbernya. Hal ini akan membahayakan kesehatan manusia jika terus menerus mengkonsumsi bahan pangan yang megandung logam berat tersebut. Sebagai salah satu contoh ialah kelebihan atau keracunan dari timbal (Pb) akan menyebabkan penghambatan aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan penyakit anemia, kerusakan otak dengan gejala epilepsy, halusinasi, kerusakan otak besar bahkan terjadinya delirium. Pada Ibu hamil dapat menyebabkan keguguran atau tidak berkembangnya sel otak embrio bahkan kematian janin pada saat lahir.
Terdapat beberapa cara untuk memulihkan kualitas lahan yang tekontaminasi logam berat, salah satunya adalah dengan cara fitoremediasi yaitu menggunakan tanaman hiperakumulator yang mampu menyerap dan mengakumulasikan logam berat di dalam jaringan tanaman. Beberapa tanaman yang dapat menurunkan kandungan logam berat dalam tanah yaitu mendong, eceng gondok, purun tikus, dan sawi. Tanaman konsumsi lainnya yang responsif terhadap logam berat yaitu bayam dan kangkung. Oleh karena itu, budidaya tanaman tersebut perlu memperhatikan kondisi lahan yang akan digunakan apakah tercemar logam berat atau tidak karena akan berisiko terhadap kesehatan manusia yang mengkonsumsi.
Ditulis oleh: Agus Priambada, S.P. (Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ahli Muda)
Sumber referensi :
- e-Journal Universitas Airlangga
- e-Journal Universitas Negeri Gorontalo
- Badan POM
- Wikipedia