Tempe merupakan makanan tradisional Indonesia yang umumnya terbuat dari kedelai. Meskipun demikian, makanan hasil fermentasi ini juga dapat dibuat dari kacang-kacangan atau biji-bijian lainnya. Tempe merupakan makanan asli dari Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan bahwa tempe awalnya dibuat di Jawa Tengah dan sudah ada dalam pola makan masyarakat sekitar tahun 1700.
Sekilas mengenai pembuatan tempe
Tempe dibuat dengan proses fermentasi menggunakan jamur. Fermentasi tersebut menggunakan jamur dari spesies Rhizopus. Terdapat beberapa jenis Rhizopus yang dapat digunakan seperti Rhizopus oligosporus, R. oryzae, R. arhizus dan R. microsporus.
Meskipun telah banyak penelitian mengenai inokulum unggul untuk fermentasi tempe, sebagian besar produsen tempe di Indonesia menggunakan kultur campuran dari Rhizopus sp. untuk fermentasi. Produksi tempe di Indonesia cukup mudah dilakukan karena suhu ruang di negara ini cocok untuk pertumbuhan Rhizopus sp. Umumnya, terdapat empat langkah dalam pembuatan tempe yaitu perendaman, perebusan, inokulasi mikroorganisme (jamur) dan inkubasi.
Kandungan dan manfaat
Bahan baku tempe, kedelai, merupakan sumber protein. Proses fermentasi menjadi tempe menyebabkan adanya perubahan biokimia pada kedelai. Meskipun demikian, adanya proses fermentasi tidak meningkatkan kadar protein tempe, tetapi menyebabkan manusia lebih mudah mencerna dan menyerap protein tempe. Pada saat fermentasi, jamur menghasilkan enzim protease yang memecah protein menjadi asam amino sehingga lebih mudah diserap tubuh manusia. Perubahan lain yang terjadi pada saat fermentasi kedelai terdapat pada tabel 1.
Tabel 1. Perubahan biokimia pada fermentasi dan manfaatnya bagi kesehatan manusia
Zat Gizi |
Perubahan yang terjadi dan manfaatnya |
Protein |
Meningkatnya kadar asam amino bebas sehingga lebih mudah diserap tubuh |
Lemak |
Kandungan lemak pada tempe lebih rendah daripada kedelai mentah karena adanya proses hidrolisis triasilgliserol menjadi asam lemak bebas oleh enzim lipase. Pada fermentasi tempe, kadar lemak turun hingga 26%. |
Mineral |
Mineral esensial seperti zat besi dan kalsium tidak meningkat karena adanya proses fermentasi. Akan tetapi, solubilitasnya meningkat. |
Vitamin B dan B12 |
Kadar vitamin B kompleks meningkat kecuali tiamida. Kadar vitamin B12 meningkat pada saat proses perendaman tempe. Mikroorganisme yang terlibat adalah bakteri. |
Asam fitat |
Asam fitat merupakan faktor antinutrient yang dapat mengikat mineral sehingga dapat menurunkan bioavalibilitasnya. Enzim fitase yang dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus diketahui dapat menurunkan 65% kadar asam fitat. |
Isoflavon |
Isoflavon merupakan zat estrogenik yang disebut memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Diketahui bahwa kadar isoflavon pada tempe lebih tinggi dibandingkan produk kedelai lain seperti tahu dan minuman kedelai. |
Mengenal salah satu pengolah tempe kedelai lokal di D.I. Yogyakarta
Tempe diproduksi oleh produsen besar maupun kecil dengan skala produksi 10 kg hingga berton-ton perharinya. Sebagian besar produksi tempe di Indonesia, terutama di D.I. Yogyakarta saat ini menggunakan kedelai impor. Adanya krisis pangan dan kenaikan harga kedelai membuat sebagian masyarakat dan produsen pangan beralih menggunakan kedelai lokal. Selain alasan tersebut, kedelai lokal juga dinilai lebih sehat dibandingkan kedelai impor.
Salah satu pengolah tempe dari kedelai lokal berada di Dusun Kepek I, Desa Banyusoco, Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, D.I. Yogyakarta. Pengolah tersebut adalah Kelompok Wanita Tani (KWT) Sumber Tani. Kelompok yang diketuai oleh Ibu Sugiyarti ini mengolah tempe dari kedelai lokal yang didapatkan dari kelompok tani di Kapanewon Playen. Sejak awal melakukan produksi yaitu tahun 2020, kelompok ini selalu menggunakan kedelai lokal sebagai bahan baku.
Melalui bimbingan dari Bapak Agus (Agus Tempe), kelompok ini mulai memproduksi tempe dari kedelai lokal. Seiring berjalannya waktu, produk kemudian berkembang menjadi tempe aneka varian baik dari rasa maupun bahan baku pembuatan tempe. Selain tempe, kelompok juga membuat terasi tempe kedelai dan ragi kedelai. Produk olahan hasil kedelai ini pun dipasarkan tidak hanya di dalam DIY melainkan sampai ke luar Jawa.
Untuk meningkatkan keamanan pangan dan kualitas produk olahan KWT Sumber Tani, Direktorat Pengolahan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian RI, melalui Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY memberikan bantuan berupa rumah produksi dan alat pengolah hasil kedelai. Alat yang diterima kelompok berupa mesin pemecah kulit ari kedelai, mesin penepung, vaccum sealer, timbangan digital, freezer, dandang perebusan kedelai, tungku dan kompor gas, rak fermentasi tempe, oven pengering dan hand sealer.
Bangunan unit pengolahan hasil diharapkan dapat menjadi tempat yang layak untuk produksi tempe dan aneka olahan kedelai lainnya. Selain itu, pada proses perencanaan pembangunan, dibuat layout unit pengolahan dan rencana penempatan alat yang baik sehingga terjadi alur produksi yang runut dan tidak bolak-balik. Dengan demikian, terjadinya kontaminasi silang dapat dihindari.
Alat pengolah yang diberikan tentunya memenuhi kategori food grade. Bagian alat yang kontak langsung dengan makanan memiliki bahan stainless steel sehingga aman untuk produksi makanan. Adanya bantuan alat pengolah yang modern juga mendorong kelompok untuk melakukan produksi dengan lebih higienis dan menerapakan good manufacturing practices.
Penulis: Zulfa Rosyidhana, S.P. (Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ahli Pertama DPKP DIY)
Referensi:
Astuti, M., A. Meliala, F.S. Dalais dan M.L. Wahlqvist. 2000. Tempe, a nutritious and healthy food from Indonesia. Asia Pasific Journal of Clinical Nutrition. 9: 322-325.
Nout, M.J.R. dan J.L. Kiers. 2005. Tempe fermentation, innovation and functionality: update into the third millenium. Journal of Applied Microbiology. 98: 789-805