Beras merupakan bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, termasuk di Daerah Istimewa Yogyakarta. Bahan makanan pokok yang dikonsumsi masyarakat DIY di antaranya adalah beras, terigu, ubi kayu, kacang kedelai, kentang, ubi jalar, jagung, kacang hijau dan kacang tanah. Dari tahun ke tahun, beras masih menjadi bahan makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi di DIY. Seperti yang tertera pada gambar 1, beras menempati posisi pertama yang disusul oleh terigu dan ubi kayu. Berdasarkan data tahun 2021, konsumsi beras mencapai 64% dari total konsumsi bahan makanan pokok di DIY.
Gambar 1. Konsumsi bahan makanan pokok di DIY
(Sumber: Bidang Ketahanan Pangan DPKP DIY 2021, data diolah)
Melihat banyaknya konsumsi sebagai bahan makanan pokok, beras perlu dipastikan mutu dan keamanannya. Beras yang beredar, terutama yang dikemas harus memenuhi persyaratan mutu umum dan khusus sesuai SNI Nomor 6128 Tahun 2020. Syarat mutu umum di antaranya adalah:
- Bebas hama dan penyakit
- Bebas bau apek, asam dan bau asing lainnya
- Bebas dari campuran dedak dan bekatul (untuk beras sosoh)
- Derajat sosoh minimal 95% (untuk beras sosoh)
- Kadar air maksimal 14%
- Bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan, serta aman bagi konsumen mengacu pada ketentuan peraturan yang berlaku
Syarat mutu khusus mencakup komponen fisik beras seperti butir kepala minimal, butir patah minimal, butir menir minimal, butir merah/putih/hitam maksimal, butir rusak maksimal, butir kapur maksimal, benda asing dan butir gabah. Jumlah dari syarat khusus tersebut berbeda-beda antara beras premium dan medium.
Berdasarkan syarat mutu umum pada poin 6, peraturan yang diacu untuk keamanan pangan beras adalah Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 53 Tahun 2018. Keamanan pangan beras dilihat dari cemaran yang ada pada beras. Parameter yang digunakan untuk mengukur cemaran adalah kandungan logam berat, residu pestisida dan mikotoksin. Jumlah maksimal cemaran terdapat pada tabel berikut.
Beras |
Beras pecah kulit |
Beras, dipoles |
|||
Bahan aktif pestisida |
BMR (mg/kg) |
Bahan aktif pestisida |
BMR (mg/kg) |
Bahan aktif pestisida |
BMR (mg/kg) |
Azoxystrobin |
5 |
2,4-D |
0,1 |
Carbaryl |
1 |
Bentazone |
0,1 |
Acephate |
1 |
Chlordane |
0,02 |
Chlorpyrifos |
0,5 |
Carbendazim |
2 |
Dichlorvos |
0,15 |
Cycloxydim |
0,09 |
Carbofuran |
0,1 |
Dinotefuran |
0,3 |
Chlorpyrifos-Methyl |
0,1 |
Dichlorvos |
1,5 |
Diquat |
0,2 |
Clothianidin |
0,5 |
Diquat |
1 |
Flutolanil |
1 |
Cyhalothrin (termasuk lambda-cyhalothrin) |
1 |
Fenthion |
0,05 |
Sulfuryl fluoride |
0,1 |
Cypermenthrins (termasuk (alfa dan zeta-cypermethrin) |
2 |
Flutolanil |
2 |
|
|
Dichlorvos |
7 |
Iprodione |
10 |
|
|
Diflurobenzuron |
0,01 |
Methamidophos |
0,6 |
|
|
Dinotefuran |
8 |
Sulfuryl fluoride |
0,1 |
|
|
Diquat |
10 |
Tebufenozide |
0,1 |
|
|
Etofenprox |
0,01 |
|
|
|
|
Fipronil |
0,01 |
|
|
|
|
Glufosinate-Ammonium |
0,9 |
|
|
|
|
Paraquat |
0,05 |
|
|
|
|
Tebuconazole |
1,5 |
|
|
|
|
Thiacloprid |
0,02 |
|
|
|
|
Trifloxystrobin |
5 |
|
|
|
|
Logam berat |
BMC (mg/kg) |
Logam berat |
BMC (mg/kg) |
Logam berat |
BMC (mg/kg) |
Kadmium (Cd) |
0,1 |
Kadmium (Cd) |
0,1 |
Kadmium (Cd) |
0,4 |
Timbal (Pb) |
0,2 |
Timbal (Pb) |
0,2 |
Timbal (Pb) |
0,2 |
Mikotoksin |
BMC (µg/kg) |
Mikotoksin |
BMC (µg/kg) |
Mikotoksin |
BMC (µg/kg) |
Okratoksin A |
5 |
Okratoksin A |
5 |
Okratoksin A |
5 |
Cemaran logam berat dan residu pestisida termasuk ke dalam cemaran yang akumulasinya dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan. Adapun cemaran lain tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah mikotoksin. Batas cemaran mikotoksin pada beras yang diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 53 Tahun 2018 adalah Okratoksin A.
Mikotoksin
Beras merupakan bahan pangan dengan kandungan karbohidrat yang tinggi. Karbohidrat dalam beras juga merupakan sumber nutrisi bagi mikroorganisme seperti jamur. Beberapa jenis jamur dapat tumbuh pada gabah mulai dari saat panen hingga penyimpanan, terutama jika kadar air, suhu dan kelembaban mendukung. Jamur tersebut dapat memproduksi metabolit sekunder yang merugikan petani dan konsumen yaitu mikotoksin.
Mikotoksin merupakan toksin yang dihasilkan oleh jamur. Beberapa jenis mikotoksin yang dapat ditemukan pada produk segar seperti beras di antaranya adalah Aflatoksin yang dapat dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus, citrinin yang dapat dihasilkan oleh Penicillium vindicatum dan okratoksin yang dapat dihasilkan oleh Aspergillus ochraceus. Jika termakan, dalam jangka panjang akumulasi mikotoksin dapat menyebabkan penyakit bagi manusia dan hewan.
Okratoksin A
Okratoksin merupakan kelompok mikotoksin yang dapat dihasilkan oleh beberapa spesies Aspergillus dan beberapa spesies Penicillium. Terdapat tiga jenis okratoksin yaitu okratoksin A, B dan C. Adapun okatroksin yang paling sering ditemukan adalah okratoksin A. Jamur yang memproduksi okratoksin di antaranya adalah Aspergillus carbonarius, Aspergillus ochraceus dan Penicillium verrucosum. Penyebab cemaran okratoksin di negara tropis adalah jamur dari genus Aspergillus.
Penelitian Bagus dkk. (2017) yang dilakukan di Denpasar, Bali menunjukkan bahwa jamur yang banyak mengontaminasi produk beras dan jagung adalah Aspergillus flavus, Aspergillus niger, dan Aspergillus spp. Nguyen dkk. (2007) meneliti kontaminasi aflatoksin B1, citrinin dan okratoksin A di 5 Provinsi di Vietnam. Berdasarkan penelitian tersebut, diketahui bahwa okratoksin A ditemukan pada 35 dari 100 sampel yang diambil dengan kadar tertinggi 2.78 µg/kg. Kadar tersebut masih di bawah batas maksimal Europan Eunion (5 µg/kg). Pada penelitian Iqbal dkk. (2016), 19% dari 208 sampel beras dan produk turunannya yang diproduksi di Punjab, Pakistan terkontaminasi okratoksin A dan 14% sampel memiliki kadar okratoksin di atas batas maksimal ketentuan European Union. Kadar tertinggi okratoksin A ditemukan pada salah satu sampel beras putih (24.9 µg/kg). Adapun rerata kadar okratoksin A pada semua sampel beras putih adalah 8.5 µg/kg.
Okratoksin diklasifikasikan sebagai probable human carcinogen kelompok 2B oleh International Agency for Research on Cancer. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa paparan okratoksin diasosiasikan dengan beberapa penyakit terutama yang berhubungan dengan ginjal. Okratoksin A juga berhubungan dengan efek toksis seperti neurotoksisistas, myelotoksisistas, immunotoksisistas, toksisistas reproduktif dan teratotoksisistas.
Keamanan Pangan Beras di DIY
Beras termasuk ke dalam pangan segar asal tumbuhan (PSAT) karena belum mengalami pengolahan dan merupakan bahan baku pada pengolahan pangan. Untuk menjamin keamanan pangan dari beras dalam kemasan yang beredar di pasaran, terdapat registrasi PSAT. Nomor registrasi PSAT wajib ada pada setiap beras dalam kemasan. Nomor registrasi PSAT untuk produk dalam negeri (PD) dikeluarkan oleh Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKP-D). Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor 15 Tahun 2021, pembagian perizinan usaha produksi beras dalam negeri terdapat pada tabel berikut.
No |
Perizinan Berusaha |
Masa Berlaku |
Sifat |
Kewenangan |
1 |
Sertifikat Penerapan Penanganan yang Baik (SPPB) PSAT |
5 tahun |
WAJIB bagi semua pelaku usaha menengah dan besar yang menangani PSAT Pelaku UMK: wajib menerapkan tanpa harus sertifikasi |
Gubernur (OKKP-D Provinsi) |
2 |
Izin edar PSAT Produksi Dalam Negeri (PSAT-PD) |
5 tahun |
Wajib untuk PSAT produksi dalam negeri oleh pelaku usaha menengan besar yang diedarkan di Indonesia |
Gubernur (OKKP-D Provinsi) |
3 |
Izin edar PSAT Produksi Dalam Negeri Usaha Kecil (PSAT-PDUK) |
5 tahun |
Wajib untuk PSAT produksi dalam negeri oleh UMK yang diedarkan di Indonesia |
Bupati/Walikota (OKKP-D Kabupaten/Kota) |
Hasil Uji Kadar Okratoksin A pada Beras di DIY
Setiap beras yang akan diregistrasi PSAT-PD maupun PSAT PD-UK wajib diuji mutu dan keamanan pangannya. Salah satu parameter uji keamanan pangan pada beras adalah kadar okratoksin A. Berdasarkan hasil uji 27 sampel beras di DIY yang dilaksanakan pada tahun 2020 hingga 2021, ditemukan 1 sampel yang mengandung kadar okratoksin. Sampel yang mengandung okratoksin tersebut adalah beras putih. Kadar okratoksin pada sampel beras tersebut adalah 0,47 µg/kg. Kadar tersebut masih jauh di bawah batas minimum cemaran pada Permentan 53 Tahun 2018 (BMC okratoksin A= 5 µg/kg).
Gambar 2. Pengambilan sampel beras oleh PMHP DPKP DIY
Berdasarkan hasil uji tersebut dapat disimpulkan bahwa beras yang diproduksi di DIY aman untuk dikonsumsi karena sebagian besar sampel yang diuji tidak terdeteksi adanya cemaran okratoksin. Satu sampel yang tercemar okratoksin kadarnya masih di bawah BMR, sehingga masih aman dikonsumsi. Meskipun demikian, sampel yang diambil masih sedikit sehingga perlu dilakukan pengujian sampel yang lebih banyak sehingga setiap wilayah di DIY dapat terwakilkan.
Penulis: Zulfa Rosyidhana, S.P. (Pengawas Mutu Hasil Pertanian Ahli Pertama DPKP DIY)
Referensi
Bagus, I.G.N, D. Widaningsih dan I.M. Sudarma. 2017. Keragaman jamur yang mengkontaminasi beras dan jagung di pasar tradisional Denpasar. Agrotrop. 89-98.
Iqbal, S.M., M. Asi, U. Hanif, M. Zuber dan S. Jinab. 2016. The presence of aflatoxins and ochratoxin A in rice and rice products; and evaluation of dietary intake. Food Chemistry. 135-140.
Nguyen, M.T., M. Tozlovanu, T.L., Tran, A. Pfohl-Leszkowicz. 2007. Occurrence of aflatoxin B1, citrinin and ochratoxin A in rice in five provinces of the central region of Vietnam. Food Chemistry. 42-47.
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan Usaha dan Standar Produk pada Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor Pertanian
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2018 tentang Keamanan dan Mutu Pangan Segar Asal Tumbuhan
SNI 6128:2020. Beras. Badan Standardisasi Nasional. 2020.