Penyakit tanaman menjadi masalah yang cukup penting dalam budidaya tanaman karena jika tidak diatasi maka akan berdampak pada menurunnya produksi. Banyak usaha yang telah dilakukan petani untuk mengendalian penyakit tanaman, baik dengan menggunakan varietas tahan maupun pestisida kimia sintetis. Penggunaan pestisida kimia sintesis yang tidak bijaksana dapat menimbulkan pencemaran bagi lingkungan, produk tanaman dan kesehatan manusia. Oleh karena itu agensia pengendali hayati (APH) merupakan salah satu alternatif pengendalian penyakit tanaman yang memiliki beberapa kelebihan yaitu murah, mudah didapat dan aman terhadap lingkungan dan manusia.
Agensia pengendali hayati (APH) adalah suatu mahluk hidup (organisme) yang dapat mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Salah satu jamur endofitik yang sering ditemukan dan mampu berperan sebagai agens pengendali hayati yaitu Trichoderma sp. Jamur ini dapat menekan patogen penyakit pada tanaman terutama patogen terbawa tanah melalui mekanisme mikroparasitisme, kompetisi dan antibiosis serta secara langsung dapat juga memacu pertumbuhan tanaman dan merangsang respon ketahanan terhadap penyakit (Widyastuti dan Hariani, 2006; Soesanto et al., 2011). Mekanisme antagonisme Trichoderma sp. terhadap beberapa patogen tular tanah seperti Sclerotinia sp., Fusarium sp., Pythium sp., Rhizoctonia sp. (Hajieghrari et al., 2008), Ganoderma sp. dan Rigidoporus lignosus (Widyastuti, 2006; Jayasuriya dan Thennakoon, 2007).
Kegiatan eksplorasi merupakan langkah awal untuk memperoleh agensia pengendali hayati. Eksplorasi Trichoderma sp. bisa dilakukan di habitatnya yaitu tanah disekitar perakaran tanaman yang sehat. Metode yang digunakan untuk mengisolasi tanah hasil eksplorasi diantaranya adalah metode pengenceran. Berikut bahan, alat dan cara melakukan isolasi tanah dengan metode pengenceran :
Alat :
|
|
Bahan :
|
Langkah-langkah pelaksanaan eksplorasi dan isolasi jamur Trichoderma sp. dari tanah :
1. Ambil sampel tanah sekitar perakaran tanaman bambu yang diambil pada kedalaman 10-15 cm.
2. Sampel tanah yang diperoleh dari lapang dipisahkan dengan akarnya, kemudian diletakkan di atas nampan untuk dikeringanginkan selama 24 jam. Selanjutnya sampel tanah diayak dan ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer volume 100 ml.
3. Akuades ditambahkan ke dalam tabung erlenmeyer berisi sampel tanah hingga volume 100 ml (pengenceran 10-1). Kemudian suspensi digojok dengan menggunakan vortek atau manual selama 15 menit.
4. Siapkan 3 tabung reaksi berisi 9 ml aquades untuk pengenceran suspensi. Selanjutnya 1 ml suspensi diambil dengan menggunakan jarum syringe, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml aquades (pengenceran 10-2). Suspensi dalam tabung reaksi tersebut digojok dengan menggunakan vortek selama 3 menit.
5. Satu ml suspensi dalam tabung reaksi diambil dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml akuades (pengenceran 10-3), dan seterusnya.
6. Suspensi sebanyak 0,1 ml diambil dengan menggunakan jarum syringe dan diletakkan dalam petridish berisi media PDA secara aseptis. Suspensi dalam petridish berisi media PDA tersebut diratakan dengan cara diputar-putar. Tutup petridish kemudian wrap sekitar petridish agar tidak terjadi kontaminasi dari luar.
7. Langkah no.5 dilakukan untuk tiap seri pengenceran hingga 10-4.
8. Inkubasi pada suhu kamar selama kurang lebih 7 hari.
9. Pertumbuhan jamur diamati setiap hari, pemurnian dilakukan hingga didapat jamur Trichoderma sp. murni.
10. Setelah dimurnikan, isolat jamur Trichoderma sp. diidentifikasi berdasarkan literature baik secara makroskopis melalui karakteristik koloni jamur, maupun secara mikroskopis dengan menggunakan mikroskop
11. Selanjutnya isolat murni jamur Trichoderma sp diperbanyak di tabung reaksi media PDA sebagai starter untuk perbanyakan Trichoderma sp dengan media padat.
Penulis : Tri Agustin Lestari Rismanto, S.P (Laboratorium Hayati UPTD BPTP DPKP DIY)
Daftar Pustaka :
Hajieghrari, B., Torabi-Giglou, M., Mohammadi, M.R. and Davari, M. 2008. Biological potential of some Iranian Trichoderma isolates in the control of soil borne plant pathogenic fungi. African Journal of Biotechnology 7 (8) : 967-972
Jayasuriya, K.E. and Thennakoon, B.I.2007. Biological control of Rigidoporus lignosus, the cause of white root disease in rubber. J. Sci. (Bio. Sci.) 36 (1): 9-16
Soesanto L, Utami DS, & Rahayuniati RF. 2011. Morphological characteristics of four Trichoderma isolates and two endophytic Fusarium isolates. J. on Scientific and Industrial Res. 2(8): 294-306
Widyastuti, S.M. 2006. The biological control of Ganoderma root rot by Trichoderma. ACIAR Proceedings No. 124.
Widyastuti, SM & Hariani M. 2006. Peranan Trichoderma reesei E.G. Simmons pada pengendalian Damping off semai Cendana (Santalum album Linn.). J. Perlindungan Tanaman Indonesia 12 (2) : 62-73.