Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor penting yang menghambat sasaran produksi dan mutu hasil perkebunan kakao. Busuk buah adalah penyakit yang terpenting dalam budidaya kakao di Indonesia dewasa ini. Bahkan penyakit ini adalah penyakit yang terpenting di kebanyakan negara penghasil kakao karena menyerang hampir di seluruh areal pertanaman kakao dan kerugiannya dapat langsung dirasakan. Di Indonesia besarnya kerugian bervariasi antara 30 % hingga 50 %.
Penyakit busuk buah kakao disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora, sejenis jamur yang dapat mempertahankan hidupnya dalam tanah bertahun – tahun. Pada musim kering, spora hidup dalam tanah dalam bentuk siste yang mempunyai dinding tebal.
Gejala Serangan
Busuk buah dapat timbul pada berbagai umur buah, sejak buah masih kecil sampai menjelang masak. Warna buah berubah, umumnya mulai dari ujung buah atau dekat tangkai, yang dengan cepat meluas ke seluruh buah. Buah menjadi busuk dalam waktu 14-22 hari. Akhirnya buah menjadi hitam. Pada permukaan buah yang sakit dan menjadi hitam tadi timbul lapisan yang berwarna putih bertepung, terdiri atas jamur-jamur sekunder yang banyak membentuk spora. Jamur juga masuk ke dalam buah dan menyebabkan busuknya biji-biji. Tetapi kalau penyakit timbul pada buah yang hampir masak, biji-biji masih dapat dipungut dan dimanfaatkan.
Daur Penyakit
Jamur yang menginfeksi buah dapat bersumber dari tanah, batang yang sakit kanker batang, buah yang sakit, dan tumbuhan inang lain. Phytophthora palmivora terutama bertahan dalam tanah. Dari sini jamur dapat terbawa oleh percikan air hujan ke buah-buah yang dekat tanah. Setelah mengadakan infeksi, dalam waktu beberapa hari jamur pada buah sudah dapat menghasilkan banyak sporangium (bagian tubuh jamur yang berfungsi sebagai tempat pembentukan spora). Sporangium ini dapat terbawa oleh percikan air, atau oleh angin, dan mencapai buah yang lebih tinggi.
Jamur yang berada dalam tanah dapat juga terangkut oleh serangga-serangga, antara lain semut, sehingga dapat mencapai buah-buah yang tinggi. Dari buah-buah yang tinggi sporangium dapat terbawa oleh air ke buah-buah di bawahnya. Dari buah yang sakit jamur dapat berkembang melalui tangkai dan menyerang bantalan buah, dan dapat berkembang terus sehingga menyebabkan terajadinya penyakit kanker batang. Dari sini kelak jamur dapat kembali menyerang buah.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber infeksi selalu ada. Namun yang dianggap sebagai sumber infeksi yang paling penting adalah tanah. Berbagai usaha pernah dilakukan untuk membunuh P. palmivora yang terdapat dalam tanah, tetapi tidak memberikan hasil yang memuaskan. Bahkan terdapat spekulasi yang mengatakan bahwa jamur bertahan dalam akar-akar kakao sendiri, meskipun akar tidak menunjukkan gejala penyakit.
Faktor-faktor Yang Memengaruhi Penyakit
Berat ringannya penyakit busuk buah ditentukan oleh banyak faktor, antara lain kelembapan udara, curah hujan dan cara bercocok tanam. Kelembaban yang tinggi akan membantu pembentukan spora dan meningkatkan infeksi. Infeksi hanya dapat terjadi kalau pada permukaan buah terdapat air. Ini dapat air hujan, tetapi dapat juga air yang terjadi karena pengembunan uap air pada permukaan buah. Hujan akan membantu penyebaran spora, disamping meningkatkan kelembaban kebun. Fluktuasi intensitas penyakit cenderung sama dengan fluktuasi curah hujan harian. Puncak intensitas penyakit terjadi 1-3 minggu setelah puncak curah hujan. Cara bercocok tanam, antara lain pemangkasan, kerapatan tanaman, pemberian mulsa, drainase, pemupukan, dan pemungutan hasil sangat memengaruhi penyakit.
Pengendalian
Pengendalian penyakit busuk buah pada tanaman kakao dilakukan melalui konsep pengendalian hama terpadu (PHT), dengan memadukan dua atau lebih teknik pengendalian yang dikembangkan, yang dapat dilakukan dengan :
- Sanitasi
Dengan memetik semua buah busuk yang dilakukan bersamaan dengan pemangkasan ataupun saat panen, kemudian dibenamkan ke dalam tanah sedalam 30 cm.
- Pengaturan kelembaban kebun
Pengaturan kelembaban kebun bisa dilakukan dengan memperbaiki drainase, memangkas tanaman kakao dan pohon pelindung dengan teratur, dan dengan mengendalikan gulma.
- Pembuatan Rorak
Rorak adalah galian yang dibuat di sebelah pokok tanaman untuk menempatkan pupuk organik dan dapat berfungsi sebagai lubang drainase. Rorak merupakan salah satu praktek baku kebun yang bertujuan untuk mengelola lahan, bahan organik dan tindakan konservasi tanah dan air di perkebunan kakao. Rorak dapat diisi seresah, kulit buah kakao, buah busuk, sisa hasil pangkasan, gulma hingga penuh dan selanjutnya ditutupi dengan tanah.
Ketika hujan deras, rorak dapat berfungsi sebagai lubang drainase untuk mempercepat penyusutan air hujan yang menggenang di atas permukaan tanah. Air yang menggenang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Stagnasi air dapat berakibat fatal pada pertanaman kakao. Biasanya saluran drainase dibuat di pinggir blok kebun. Di blok kebun yang terlalu luas, air yang menggenang di atas hamparan lahan pertanaman membutuhkan waktu cukup lama untuk keluar melalui saluran drainase ini. Karena itu, rorak yang dibuat di sekitar pertanaman dapat membantu mempercepat keluarnya air dari hamparan pertanaman, khususnya di lahan yang tekstur tanahnya berat dan beriklim sangat basah dengan curah hujan bulanan relatif tinggi.
- Mempertahankan seresah sebagai mulsa di sekitar pangkal batang.
Lapisan mulsa atau seresah di sekitar pangkal batang akan mencegah terjadinya percikan air yang membawa tanah yang terinvestasi jamur. Juga adanya mulsa ini akan meningkatkan kegiatan jasad-jasad renik saprofit yang bersifat antagonistik terhadap Phytophthora.
- Aplikasi Jamur Trichoderma spp.
Berdasarkan penelitian Chamzurni dkk (2013), Trichoderma harzianum memang terbukti cukup efektif dalam mengendalikan penyakit tanaman. Kemampuan antagonismenya mampu menekan penyakit tanaman hingga 80 %, juga mampu mempertahankan presentase bunga menjadi buah sebanyak 71,4 % serta juga terbukti dapat meningkatkan produksi tanaman karena diketahui T. Harzianum mampu berinteraksi dengan akar tanaman sehingga meningkatkan hormon stimulor.
Jamur Trichoderma spp. disemprotkan pada buah kakao sehat sebagai tindakan preventif dengan dosis 200 kg/ha biakan padat dengan volume semprot 500 l/ha. Jamur Trichoderma spp. juga diaplikasikan pada rorak untuk menekan perkembangan spora dari buah atau kulit buah yang dibuang di rorak.
- Aplikasi Metabolit Sekunder Agensia Pengendali Hayati (MS APH)
Metabolit Sekunder yang berasal dari Agens Pengendali Hayati atau yang disebut MS APH merupakan senyawa organik yang dapat dimanfaatkan untuk pengendalian OPT. Fungsi MS APH adalah untuk menghambat perkecambahan spora patogen, melindungi pertumbuhan awal, membersihkan lingkungan, melindungi dan memperkuat jaringan, menyediakan pasokan nutrisi, merangsang pembentukan zat pengatur tumbuh. MS APH bersifat mudah larut dalam air, tidak meninggalkan residu, tidak mudah menguap, mudah diaplikasikan, dapat dipadukan dengan pupuk dan pestisida, efektif dan efisien untuk mengendalikan OPT. Sejak tahun 2013, telah dikembangkan beberapa MS APH antara lain: MS Trichoderma sp., MS Beauveria sp., MS Metarhizium sp. dan MS Pseudomonas sp
- Aplikasi fungisida nabati
Fungisida nabati merupakan senyawa kimia yang berasal dari tumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan OPT. Fungisida nabati merupakan hasil ekstraksi bagian tumbuhan, baik dari daun, bunga, buah, biji, atau akar. Fungisida nabati yang dapat digunakan untuk pengendalian busuk buah antara lain cengkeh, daun sirih, sereh, pinang, tembakau, bawang putih, kenikir, lidah buaya, mindi, daun pepaya, lengkuas, kunyit.
- Menanam varietas atau klon tahan (Sca 6, Sca 12, DRC 16) atau yang berproduksi tinggi (ICCRI 03, ICCRI 04 atau klon unggul lokal).
- Aplikasi fungisida kimia sintetis
Pengendalian dengan fungisida sintetik dilaksanakan secara bijaksana dengan memperhatikan alat aplikasi, jenis, dosis/konsentrasi, cara, dan waktu aplikasi yang tepat. Selama musim penghujan buah-buah disemprot dengan fungisida. Untuk keperluan ini pada umumnya dianjurkan pemakaian fungisida tembaga (Cu), yang diberikan 1-2 minggu sekali, dengan dosis 0,15-0,20 g tembaga (Cu) per pohon. Fungisida kimia sintetik digunakan jika intensitas serangan > 25 %.
Penulis: Dewi Kurniawati, S.Si ( Pengendali OPT Ahli Muda )
Sumber:
Alimin, Tulus, T.M, dan Nanda, R.Y. 2018. Pembuatan Mikro-Organisme Lokal dan Metabolit Sekunder Agen Pengendali Hayati. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.
Firdausil A.B, Nasriati, Alvi Yani, 2008. Teknologi Budidaya Kakao. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor.
Karmawati, E., dkk. 2012. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Maryani, Y dan Daniati, C. 2019. Buku Saku Hama Dan Penyakit Tanaman Kakao. Direktorat Perlindungan Perkebunan. Jakarta.
Semangun, H. 2008. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.