Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang mempunyai peranan cukup penting dalam perekonomian nasional. Khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Salah satu sistem usaha tani yang dapat mendukung pembangunan pertanian di wilayah pedesaan adalah sistem integrasi tanaman ternak. Ciri utama dari pengintegrasian tanaman dengan ternak adalah terdapatnya keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dengan ternak. Keterkaitan tersebut terlihat dari pembagian lahan yang saling terpadu dan pemanfaatan limbah dari masing-masing komponen. saling keterkaitan berbagai komponen sistem integrasi merupakan faktor pemicu dalam mendorong pertumbuhan pendapatan masyarakat tani dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan.
Model usahatani integrasi kakao-kambing merupakan salah satu bentuk pengembangan integrated farming system seperti crop livestcok system (CLS), dimana kedua usaha tersebut akan menciptakan pola usaha yang sinergis melalui efisiensi usaha (perkebunan kakao dan usahaternak kambing). Hal ini juga sekaligus berdampak terhadap peningkatan nilai tambah pendapatan rumahtangga petani di pedesaan. Kondisi demikian membuka peluang dalam program pengembangan usaha peternakan yang mampu memanfaatkan limbah kulit sebagai pakan ternak. Model usahatani integrasi ternak kambing pada perkebunan kakao rakyat perlu dikaji dengan tepat, sehingga mampu tercipta pola usaha sinergis sebagai sebagai model pengembangan usahatani berkelanjutan berbasis tanaman perkebunan kakao dan ternak kambing.
Prinsip integrasi kakao-ternak adalah penanganan atau pengolahan hasil utama dari kakao-ternak yang bernilai pasar serta penanganan atau pengolahan hasil limbah dari kakao-ternak yang bernilai pasar maupun digunakan sebagai sarana produksi dalam usahatani kakao. Dalam model pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi kakao-ternak, sarana produksi untuk usaha ternak kambing dapat diperoleh dari penanganan atau pengolahan hasil limbah (biomasa) dari tanaman kakao, misalnya daun kakao dan kulit buah kakao yang dapat diolah menjadi pakan bagi ternak kambing. Penanganan atau pengolahan hasil samping dari ternak kambing dapat menjadi sarana bagi usahatani kakao, misalnya pengolahan kotoran ternak kambing menjadi pupuk organik bagi tanaman kakao. Hasil utama tanaman kakao yaitu biji kakao diolah menjadi kakao kering untuk dipasarkan, sedangkan hasil utama ternak kambing (anak kambing) dapat dijual pada saat diperlukan. Penanganan atau pengolahan hasil utama dan hasil samping dilakukan oleh petani atau unit agribisnis yang dibentuk kelompok tani.
Model pengembangan ini berguna untuk meningkatkan produktivitas kakao yaitu melalui pemupukan tanaman kakao menggunakan pupuk organik padat yang diolah dari feces dan pupuk organik cair yang diolah dari urin kambing. Selain itu, dalam peningkatan produktivitas kambing melalui inovasi teknologi pakan yaitu dengan memanfaatkan daun kakao dalam bentuk segar maupun dalam bentuk silase sebagai pakan hijauan dan memanfaatkan kulit buah kakao dalam bentuk pakan mineral block sebagai pakan tambahan bagi ternak kambing.
Salah satu daerah yang sedang mengembangkan kakao di Provinsi D.I. Yogyakarta yakni Kabupaten Gunungkidul. Luas areal tanaman kakao di Gunungkidul Tahun 2018 mencapai 1.403 Ha. Benih kakao di Gunungkidul berasal dari Medan, Sumatera Utara dan Jember, Jawa Timur yang ditanam pertama kali pada tahun 1988. Benih tersebut adalah hibrida hasil persilangan antara Forastero (Bulk cocoa atau kakao landak) dengan Criolo (Fine cocoa atau kakao mulia). Kadar kapur pada tanah di Gunungkidul cocok untuk budidaya kakao.
Menurut Widiada (2017), salah satu contoh pengolahan limbah kakao menjadi pakan ternak, yakni dengan langkah-langkah sebagai berikut :
- Kulit buah kakao yang sudah diambil bijinya dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil, bisa juga menggunakan mesin pencacah.
- Kulit yang sudah dipotong – potong tersebut dihaluskan dengan cara ditumbuk dengan menggunakan penumbuk (lesung). Penumbukannya tidak usah terlalu halus, yang penting kulit buah sudah hancur.
- Hasil tumbukan tersebut masukkan dalam ember, lalu dicampurkan dengan EM4 yang telah diencerkan.
- Ember tersebut ditutup dengan plastik kampil (karung kampil) dan biarkan 3 – 5 hari. Karung kampil harus bersih agar tidak terjadi kontaminasi oleh jenis mikroba lainnya. Dalam waktu 3 – 5 hari bahan tersebut akan sudah terfermentasi. Tanda fermentasi berhasil adalah kulit buah kakao tidak berbau busuk, melainkan berbau seperti tape.
- Hasil fermentasi siap digunakan sebagai pakan ternak. Bila memiliki banyak kulit buah kakao, maka pengolahan menjadi banyak, dan hasil fermentasi banyak. Untuk itu perlu dilakukan pengawetan hasil fermentasi tersebut, dengan cara, hasil fermentasi tersebut dijemur sampai kering. Bila sudah kering, lalu ditumbuk, agar butir-butir pakan ternak tersebut menjadi lebih kecil. Karena bila sudah kering yang tadinya pakan tersebut lembek, akan menjadi keras, sehingga perlu dihaluskan Untuk menghaluskan dapat dilakukan dengan cara menumbuk, atau menggunakan mesin penggiling.
Integrasi kakao-ternak ini layak dikembangkan pada masyarakat petani kakao Indonesia termasuk dilakukan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada tiga hal yang mendasari sehingga model ini layak dikembangkan di masyarakat, yaitu biomasa (limbah) yang digunakan dalam model pengembangan ini ada di sekitar petani, teknologi yang digunakan adalah teknologi sederhana yang mudah diadopsi oleh petani dan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan model ini relatif terjangkau. Model pengembangan pertanian bioindustri berbasis integrasi kakao-ternak ini memiliki manfaat dalam meningkatkan produktivitas tanaman kakao dan ternak kambing, meningkatkan pendapatan petani dan menimbulkan perubahan ekonomi secara nyata pada kelompok tani.
Penulis: Resti Sri Andriani, S.P.
Sumber foto : epetani.com
Sumber :
Ben A, Firdaus. 2006. Peningkatan Produktivitas Tanaman Kakao dengan Integrasi Kambing PE. Prosiding seminar nasional hasil-hasil penelitian dan pengkajian teknologi pertanian. Palembang. Badan Litbang Pertanian.
Pasandaran, Effendi. Djayanegara, Andi. Kariyasa, Ketut. Kasryno. Faisal. 2006. Integrasi Tanaman Ternak di Indonesia. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Widiada, I Made. 2017. Cara Sederhana Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao Untuk Pakan Ternak. https://www.epetani.com/2017/03/pengolahan-limbah-kulit-kakao-pakan-ternak.html. Diakses pada tanggal 8 Februari 2021