Oleh : FITHA SEPTI HARYATI,S.P.
Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan Muda
UPTD BPTP DIY
Pemasangan Perangkap Likat Kuning dan Perangkap Metyl Eugenol Untuk Mengurangi Serangan Lalat Buah pada Saat Gerakan Pengendalian OPT Cabai
Bidang pertanian memiliki ruang lingkup komoditas yang cukup luas. Selain tanaman pangan yang selama ini sudah populer dikalangan petani, hortikultura juga menjadi komoditas yang sangat potensial untuk dikembangkan. Komoditas hortikultura sangat beragam macamnya. Salah satu komoditas unggulan hortikultura adalah tanaman cabai. Bahkan saat ini banyak petani milenial yang mulai menggeluti budidaya cabai untuk menopang perekonomiannya mengingat harga cabai pada saat-saat tertentu juga sangat menjanjikan. Dalam praktik budidayanya terdapat berbagai faktor penentu dalam mendapatkan hasil panen yang optimal. Faktor penentu tersebut mulai biasa disingkat dengan istilah “wiragatama” antara lain wi atau benih, benih menjadi faktor penentu utama dalam budidaya tanaman, dalam hal ini cabai. Benih yang sehat, bebas dari patogen menjadi tolak ukur pertama bagi tanaman sebelum ditanam di lahan. Sejak awal sebelum disemai, benih dapat dilakukan perlakuan perendaman dengan pupuk hayati/ PGPR agar dapat memacu ketahanan tanaman terhadap OPT. Ra atau rabuk (pupuk) menjadi bagian penting juga dalam budidaya tanaman. Pemberian pupuk yang cukup dan berimbang juga menjadi fackor pendukung untuk mendapatkan hasil yang optimal. Penggunaan pupuk organik tidak boleh dilupakan mengingat kandungan yang terdapat dalam pupuk organik sangat beragam dan bermanfaat bagi tanaman meskipun dalam jumlah kecil. Untuk itu rekomendasi penggunaan pupuk organik sesuai dengan spesifik lokasi. Ga atau Garapan (proses olahtanah dan budidaya), ini juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan, tanah yang sehat dan subur akan memberikan hasil produk pertanian yang optimal. Ta atau toya (air), menjadi bagian penting juga dan tidak dapat ditinggalkan karena tanaman hidup dan tumbuh pasti akan membutuhkan air. Kebutuhan air ini juga disesuaikan dengan fase pertumbuhan tanaman, dalam hal ini adalah cabai, karena jika kekurangan atau kelebihan akan berdampak pula terhadap produktivitasnya. Ma atau hama, dalam hal ini mencakup Organisme Pengganggu Tumbuhan. OPT menjadi faktor pembatas dalam budidaya tanaman. Tanpa adanya pengelolaan OPT secara terpadu dan bijaksana, akan berpengaruh terhadap hasil produksi tanaman cabai.
Bimbingan Teknis Lapangan sebelum Pelaksanaan Gerakan Pengendalian OPT Oleh Tim Pendamping Gerdal UPTD BPTP DIY
Dalam perspektif perlindungan tanaman OPT dibedakan menjadi tiga, yaitu hama, penyakit, dan gulma. Hama merupakan semua organisme dalam hal ini hewan yang memberikan kerusakan yang berdampak menurunkan nilai ekonomi pada tanaman. Terdapat beberapa hama utama yang seringkali menyerang tanaman cabai, antara lain :
- Trips (Thrips parvispinus), hama ini berupa serangga yang biasanya akan bersembunyi dibalik daun tanaman cabai, atau bisa juga dibalik bunga. Warnanya hitam dengan ukuran kurang lebih 1 mm. Trips menyerang tanaman cabai sepanjang tahun, khususnya pada musim kemarau. Gejala serangan ditandai dengan daun bagian bawah keperakan, berkerut, dan mengeriting. Trips ini berperilaku polifag menyerang banyak tanaman, bukan hanya tanaman cabai. Deteksi sejak dini sangat perlu dilakukan dalam penanggulangan hama ini, biasanya petani yang jeli, sejak tanaman cabe berumur kurang lebih 14 HST akan mengamati pada balik daun dengan mengambil sampel beberapa titik secara acak, bila sudah ditemukan beberapa gejala serangan bisa segera dilakukan pegendalian. Pengendalian dapat dilakukan secara ramah lingkungan sebelum menggunakan pestisida kimia sebagai alternatif terakhir. Beberapa pengendalian yang dapat dilakukan antara lain dengan pemusnahan bagian tanaman terserang, Penggunaan perangkap likat 40 buah/ha, dipasang sejak tanaman umur kurang lebih 14 HST. Setiap minggu perangkap olesi perekat. Pemasangan dengan ketinggian 30 cm di atas tajuk tanaman. Selain itu juga bisa menggunakan pestisida nabati dengan bahan-bahan yang mudah ditemukan disekitar kita, contohnya bisa dengan rendaman daun sirsak atau bisa juga dengan daun tembakau atau bahan lain yang berperan sebagai insektisida alami. Biopestisida seperti Beauveria bassiana juga bisa digunakan dalam pengendalian hama ini.
- Lalat Buah (Bactrocera sp)
Hama lalat buah ini juga menjadi hama yang penting dalam pertanaman cabai. Lalat buah biasanya akan meletakkan telurnya pada buah cabai sehingga larva akan berkembang didalam buah dan menyebabkan busuk basah pada buah. Satu ekor lalat buah dapat meletakkan telur mencapai ratusan dalam buah cabai. Antisipadi sejak dini perlu dilakukan oleh petani, terutama dengan pengamatan rutin dilahan. Apabila ditemukan buah yang sudah bergejala terserang lalat buah, sebaiknya segera diambil dan dimusnahkan ke luar lahan, karena apabila tidak, maka proses metamorfosis lalat buah akan terus berkembang hingga menjadi imago yang kembali akan merusak pada buah-buah yang masih sehat. Pengendalian yang dapat dilakukan dengan memasang perangkap lalat buah dengan bahan metyl eugenol yang d rangkaikan pada botol bekas air mineral yang diberi lubang pada keempat sisinya, dan bagian bawah diberi air sabun kurang lebih setinggi 10 – 15 cm. Fungsi dari metyl eugenol ini sebagai feromon sex yang menarik lalat jantan untuk masuk ke perangkap, fungsi air sabun agar lalat buah yang sudah masuk perangkap tidak dapat keluar lagi. Setelah dilakukan pemasangan perangkap metyl eugenol tetap dilakukan pengamatan rutin, bila jumlah tangkapan sudah banyak, botol bisa dibersihkan untuk kemudian dipasang kembali. Atraktan lain yang bisa digunakan yaitu menggunakan minyak selasih. Fungsinya sama dengan penggunaan metyl eugenol. Pada praktiknya biasanya petani menggunakan bahan mana yang paling mudah ditemukan dan paling ekonomis. Petugas juga mengingatkan menggunakan bahan yang praktis, murah dan tentunya ramah lingkungan. Sampai dengan saat ini, penggunaan perangkap lalat buah ini dinilai cukup efektif dalam mengendalikan serangan lalat buah di tingkat lapang.
- Kutu Kebul ( Bemicia tabbaci)
Hama kutu kebul ini merupakan vektor dari penyakit virus kuning pada tanaman cabai. Gejala yang ditimbulkan akibat serangan kutu kebul antara lain daun menguning, mengecil, tanaman kerdil, kadang tidak berbuah. Faktor berkembangnya virus kuning diantaranya, tersedianya sumber penyakit setiap saat di lapang, menanam tanaman inang terus menerus, dan serangga penular selalu ada di lapang. Upaya yang dapat dilakukan dalam pengendalian virus kuning ini dimulai dari penggunaan benih yang sehat, salah satu cara untuk memperoleh benih yang sehat dengan melakukan perendaman dengan PGPR, sebanyak lebih kurang 10-20 ml/liter air selama 6-12 jam, menyungkup persemaian atau semai jauh dari sumber serangan, eradikasi selektif tanaman sakit, sanitasi gulma inang virus dan inang serangga penular, menanam tanaman barier/penghalang, pemasangan perangkap likat kuning, dan pengendalian dengan pestisida nabati bia menggunakan bunga pukul 4, daun mimba, daun sirsak atau bahan yang lain yang mudah ditemukan dilapangan.
Selain hama, terdapat beberapa penyakit utama tanaman cabai yang juga berperan dalam membuat produksi cabai menjadi tidak optimal. Penyakit biasanya akan lebih sering ditemui pada musim penghujan mengingat kondisi kelembaban cocok untuk berkembangnya patogen penyebab penyakit. Penyakit utama tanaman cabai yang sering terdapat dilapang antara lain :
- Layu Fusarium
Penyakit layu Fusarium disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum. Gejala serangan pada tanaman cabai biasanya tanaman mengalami kelayuan dari bagian bawah tanaman menjalar ke bagian atas, ke ranting-ranting muda kemudian mati. Warna jaringan akar dan batang coklat. Upaya yang dapat dilakukan dengan pengaturan drainase dilahan agar kondisi lahan tidak berada dalam kelembaban yang tinggi, selain itu penggunaan pupuk organik yang telah matang juga sangat diperlukan. Pengendalian ramah lingkungan dengan menggunakan jamur antagonis patogen Trichoderma sp menjadi alternatif penting yang dapat dilakukan sebagai pengendalian yang ramah lingkungan.
- Penyakit antraknosa
Penyakit ini juga disebabkan oleh jamur Colletotrichum capsici. Gejala serangan awal berupa bercak coklat kehitaman pada permukaan buah. Pada bagian tengah bercak terdapat kumpulan titik hitam yang merupakan kelompok spora. Pada musim hujan dengan kelembaban yang tinggi, penyakit ini berkembang lebih parah karena kondisi lingkungan mendukung. Selain itu, spora bisa bertahan pada sisa tanaman yang jatuh ke tanah, dan akan menjadi sumber infeksi. Langkah antisipadi dini yang dapat ditempuh dengan penanaman benih yang sehat, yang dapat dilakukan dengan merendam benih sebelum disemai dengan menggunakan PGPR. Pengamatan rutin menjadi kunci utama dalam penanggulangan penyakit iki, agar apabila ditemukan gejala serangan dapat segera dilakukan langkah pengendalian yang tepat.
Langkah nyata yang telah dilakukan oleh Balai Proteksi Tanaman Pertanian DPKP DIY, bersama sama dengan tim dari BPP Banguntapan dan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kab. Bantul pada awal bulan Agustus 2022 telah melakukan gerakan pengendalian tanaman cabai yang ramah lingkungan di Gapoktan Sri Makmur Kalurahan Potorono Kapanewon Banguntapan. Kegiatan ini sebagai sosialisasi bagi para petani terkait penggunaan agens pengendali hayati (APH) yang bermanfaat untuk pengendalian OPT yang ramah lingkungan pada tanaman cabai. APH yang digunakan antara lain PGPR, yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan tanaman agar tidak mudah terserang penyakit, Bacilus substilis dan Trichoderma sp, digunakan untuk mengantisipasi penyakit tular tanah agar tidak dapat berkembang. Selain itu digunakan pula Beauveria bassiana untuk mengendalikan hama serangga seperti thrips, kutu kebul yang mulai terdapat dilahan. Selain penggunaan APH juga dilakukan pemasangan perangkap likat kuning dan perangkap metyl eugenol untuk mengurangi serangan lalat buah. Petugas dan petani melakukan diskusi bersama terkait pentingnya pengendalian yang ramah lingkungan yang dilakukan sejak dini dalam budidaya tanaman dalam hal ini tanaman cabai. Petani merespons dengan antusias adanya kegiatan ini dan berharap akan lebih banyak lagi kegiatan serupa sehingga pengetahuan dan wawasan petani dalam melakukan pengendalian OPT yang ramah lingkungan juga bertambah.
Sebagai kesimpulan, komoditas hortikutura merupakan komoditas yang menjanjikan meskipun dengan harga yang fluktuasinya cukup tinggi. Banyak petani milenial yang mulai melirik untuk mengembangkan komoditas hortikultura ini, khususnya tanaman cabai. Dalam budidaya tanaman cabai memang diperlukan tekat yang bulat, keuletan, dan ketelatenan terutama dalam melakukan pengamatan rutin dilahan agar apabila terjadi serangan OPT dapat segera diketahui. Melalui deteksi dini serangan OPT dapat dilakukan pengambilan keputusan dalam pengendalian yang tepat. Pengendalian OPT hendaknya dilakukan secara ramah lingkungan terlebih dahulu dengan memanfaatkan agens pengendali hayati maupun pestisida nabati yang banyak terdapat disekitar kita. Dalam budidaya tanaman, pestisida kimia merupakan langkah alternatif terakhir dalam pengendalian dengan mempertimbangkan aspek residu terhadap tanah maupun terhadap produk pertanian yang dihasilkan, dalam hal ini adalah cabai. Untuk itu pengendalian OPT ramah lingkungan menjadi kunci penting dalam mendukung pertanian berkelanjutan.