Sumber gambar: Waste4Change
Indonesia adalah negara yang sangat kaya akan sumber daya alam, termasuk di sektor pertanian. Saat ini pembangunan sektor pertanian di Indonesia lebih ditujukan pada peningkatan produksi, sedangkan untuk peningkatan mutu dan daya saing masih kurang terdengar dan terasa dampaknya di masyarakat. Padahal terdapat permasalahan penting dalam sistem ketersediaan pangan di dunia saat ini, yaitu kehilangan pangan (food loss). Kehilangan pangan ini berhubungan dengan mutu produk pangan, sehingga penerapan teknologi yang tepat baik mulai dari teknik budidaya hingga panen dan pascapanen menjadi penting.
Kehilangan pangan tentu merupakan hal yang sangat merugikan dan kontradiktif dengan pertumbuhan penduduk dunia yang semakin meningkat sepanjang tahun. Di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, besarnya kehilangan pangan mulai dari proses panen hingga sampai ke tingkat konsumen berkisar antara 7-70%. Pada tahun 2016, terbit publikasi dari The Economist Intelligence Unit yang berjudul Fixing Food: Towards a Sustainable Food System yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang membuang pangan terbanyak di dunia, dimana rata-rata orang Indonesia membuang pangan sekitar 300 kg setiap tahunnya. Berdasarkan Hilman (2011) dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Litbang Kementerian Pertanian, besarnya angka kehilangan pangan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kurangnya penerapan teknologi dalam penanganan pascapanen produk pertanian, kurangnya infrastruktur yang memadai dalam pendistribusian bahan pangan dari produsen sampai kepada konsumen, serta kurangnya penerapan praktik cara produksi pangan yang baik. Kehilangan pangan ini selain menyebabkan kerugian secara ekonomi di sisi produsen yakni petani dan berkurangnya ketersediaan pangan untuk konsumen, juga berdampak besar pada kesehatan lingkungan karena secara langsung berakibat padam peningkatan jumlah limbah.
Hasil studi komprehensif yang dilakukan oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bersama perusahaan pengelola sampah Waste4Change dan World Resources Institute (WRI) Indonesia serta United Kingdom Foreign, Commonwealth, and Development Office (UKFCDO) menunjukkan bahwa food lost and waste (FLW) di Indonesia selama 20 tahun (2000-2019) mencapai 23-48 juta ton/tahun atau setara dengan 115-184 kg/kapita/tahun. Selama periode yang sama, timbulan ini juga menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 1.702,9 Megaton CO2-ekuivalen atau setara dengan 7,29% rata-rata emisi GRK Indonesia per tahun. Sedangkan dari sisi sosial, kehilangan kandungan energi yang hilang akibat food loss and waste diperkirakan setara dengan porsi makan 61 juta-125 juta orang per tahun.
Salah satu hal yang menjadi permasalahan besar yang dialami oleh Indonesia dalam kaitannya dengan masalah kehilangan pangan adalah tentang penanganan pascapanen produk pertanian. Produk pertanian adalah produk yang perishable (mudah rusak), sehingga jika tidak ditangani dengan baik, akan dengan cepat mengalami penurunan baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Permasalahan dalam penanganan pascapanen ini sangat erat kaitannya dengan kehilangan mutu dan kuantitas produk pangan, sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi ketersediaan dan ketahanan pangan, dan sebagai akibatnya juga akan berdampak pada kedaulatan pangan negara. Penanganan pascapanen yang tidak baik akan menurunkan edible portion (bagian yang dapat dimakan) pangan segar sehingga jika dibiarkan akan meningkatkan food loss (kehilangan pangan) secara signifikan. Selama ini kita melihat bahwa produk pertanian di negara kita masih ditangani dengan cara yang dapat dikatakan asal-asalan, sehingga meskipun produksinya tinggi, kehilangan produk akibat kerusakan dan mutu yang rendah dapat menurunkan kuantitasnya secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai contoh, produk sayur yang jika ditangani dengan penanganan pascapanen yang baik dapat bertahan selama 2-3 hari, dengan teknik penanganan yang buruk hanya dapat bertahan kurang dari 1 hari saja.
Sumber gambar: Waste4Change
Masalah kehilangan pangan yang dialami oleh dunia, khususnya Indonesia ini tentulah harus dicari solusinya. Salah satu solusi untuk mengurangi adanya kehilangan pangan segar khususnya produk hortikultura adalah dengan teknologi penanganan pascapanen yang tepat. Di Indonesia, teknologi pascapanen dalam penanganan produk hortikultura belum diterapkan dengan baik, meskipun secara teknis mudah untuk diterapkan oleh para pelaku agribisnis hortikultura. Teknologi pascapanen sampai saat ini masih diterapkan secara parsial, dengan hanya memilih teknologi yang berbiaya rendah atau hampir tidak ada, atau menguntungkan secara ekonomis. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa konsumen produk hortikultura di Indonesia pada umumnya belum bersedia membayar lebih untuk produk hortikultura yang ditangani dengan teknologi yang memadai, atau dengan kata lain belum bersedia membayar lebih mahal untuk produk hortikultura yang lebih baik penanganannya. Jadi pada umumnya konsumen beranggapan bahwa lebih baik mendapatkan produk dengan kualitas biasa dengan harga murah daripada membayar lebih untuk produk berkualitas prima.
Selain food loss, penanganan pascapanen produk juga berkaitan dengan peningkatan mutu dan daya saing produk pertanian. Dengan kenyataan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan jenis buah-buahan, negara kita tentu tidak kalah dengan negara tropis lain di Asia Tenggara. Namun demikian, selama ini dunia lebih mengenal negara Thailand sebagai “surga” buah tropis dibandingkan dengan negara kita. Produksi buah yang tinggi dan beragam jenis di Indonesia ini sayangnya tidak diimbangi dengan penanganan pascapanen yang tepat. Teknik pemajangan yang dilakukan dalam menjual buah-buahan juga masih jauh dari standar Good Retail Practices, sehingga kualitas buah yang baik saat panen tidak dapat dipertahankan secara optimal. Dengan kondisi ini pula, cara penanganan pascapanen yang baik harus lebih intensif digaungkan, sehingga Indonesia menjadi negara yang memiliki standar penanganan pascapanen yang baik. Penerapan teknologi pascapanen yang baik dan tepat untuk produk buah-buahan dapat menjadikan produk buah Indonesia menjadi produk yang unggul dan berdaya saing, sehingga negara kita akan menjadi negara yang berdaulat pangan dan disegani di mata dunia.
Artikel ini disusun oleh:
Devi Harleyana Permatasari, S.P.
PMHP Ahli Muda pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY