Membayangkan jika benih yang beredar di masyarakat tidak diawasi mungkin itu adalah hal yang tidak mungkin atau paling tidak “belum mungkin” pada saat sekarang ini. Benih merupakan produk komersial yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, sehingga sangat mungkin jika benih tersebut dipolitisasi, ataupun di”selewengkan” oleh oknum yang kurang dapat bertanggungjawab. Jadi jika ditanyakan perlu tidaknya pengawasan peredaran benih, jawabannya adalah “perlu”.
Berdasarkan Pergub DIY No. 96/ 2018, tentang Pembentukan,Susunan Organisasi,Tugas,Fungsi,Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Pada Dinas Pertanian Dan Ketahanan Pangan, UPTD BP3MBTP DIY, mempunyai salah satu fungsi,dari seksi pengawasan mutu benih tanaman pertanian yaitu pengawasan peredaran benih tanaman pertanian. Kegiatan pengawasan mutu benih yang dimaksud adalah dimulai dari kegiatan di hulu sd hilir, mulai dari kegiatan kultivar, proses sertifikasi benih, sampai ke pengawasan peredaran benih.
Sedangkan ruang lingkup dari pengawasan hanya terbatas pada pengawasan benih tingkat madya dan hilir saja. Dalam pengawasan peredaran ada 3 komponen yang terlibat didalamnya, yaitu :
1). benih (lengkap dengan dokumen penyerta # label,hologram,etc)
Benih merupakan awal kegiatan budidaya tanaman, di mana mutu benih merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi. Oleh karena itu, benih yang diedarkan harus memenuhi standar mutu atau persyaratan teknis minimal yang ditetapkan pemerintah. Pengawasan mutu benih dilaksanakan dari saat sebelum tanam sampai dengan pasca panen dan selama benih tersebut diperdagangkan. Tujuannya adalah untuk melindungi konsumen dari perolehan benih yang tidak benar baik varietas maupun mutunya.
“Benih” diperoleh melalui serangkaian proses sertifikasi mulai dari tingkat lapang, sampai dengan pengujian di laboratorium, sampai memperoleh sertifikat benih dan mendapatkan “label” benih sesuai dengan kelas benihnya.
Benih merupakan benda hidup,yang secara alami akan mengalami penurunan mutu benih sejak selesai diproduksi dan selama proses peredarannya. Hal ini bervariasi tergantung benih itu sendiri maupun faktor luar seperti saat/kondisi penyimpanan benih maupun selama dalam pengangkutan. Penurunan mutu benih akibat faktor internal maupun eksternal tersebut, seringkali mnyebabkan terjadinya ketidaksesuaian dengan dokumen benih yang menyertainya, atau bahkan benih tersebut menjadi tidak memenuhi persyaratan teknis minimal dari yang dipersyaratkan. Kegiatan pengecekan mutu benih yang dilakukan selama di peredaran dapat membantu mengantisipasi kerugian dari konsumen pengguna benih.
2). produsen benih
Produsen benih bertanggung jawab terhadap kebenaran mutu benih yang diproduksi sesuai dokumen yang menyertainya. Benih merupakan produk komersial denga nilai ekonomi cukup tinggi, sehingga rawan terjadi proses “pemalsuan benih”
Benih ilegal tersebut, tidak dihasilkan melalui proses sertifikasi , sehingga mutu benih tidak dapat dipertanggungjawabkan, sehingga akan merugikan konsumen pengguna benih. Hal seperti ini yang menjadikan arti penting dari pengawasan peredaran benih. Kegiatan yang dilakukan oleh pengawas benih tanaman beserta PPNS adalah berupa pembinaan supaya tidak terjadi kasus “penyelewengan benih”(menghindari kemungkinan terjadinya pemalsuan benih atau benih tidak legal atau diragukan mutu benihnya, menghindari perdagangan benih yang kadaluarsa, benih yang mutunya sudah tidak sesuai lagi label yang menyertainya)”
3). pengedar benih
perseorangan, badan usaha, badan hukum atau instansi pemerintah yang melakukan serangkaian kegiatan dalam rangka menyalurkan dan/atau menjual benih bina tanaman pangan ke lokasi pemasaran dan/atau kepada masyarakat. Seorang pengedar benih harus menjaga kualitans mutu benih yag diperdagangkan tersebut, sehingga benih tetap terjaga kualitasnya (selama penyimpanan, pengangkutan, dan juga memperhatikan masa edar dari benih yang diperdagangkan tersebut). Seorang PBT akan melakukan ceking mutu benih selama berada di pengedar benih (sebagian besar adalah kios2 benih), dengan harapan mutu benih dari benih tetap terjaga selama dalam peredaran, dengan memberikan hasil ceking mutu sebagai laporan bahwa mutu benihnya masih terjaga, pun jika sudah tidak memenuhi peryaratan teknis minimal sehingga pengedar benih segera melakukan “tindakan” terhadap benih tersebut.
Pengawas Benih Tanaman (PBT) memegang peranan penting dalam menjamin mutu benih yang beredar dimasyarakat. Secara fungsional ketugasan PBT diatur dalam PermenPAN RI No. 09/2010 dan secara teknis diatur dalam Peraturan pemerintah RI No. 44/1995. PBT adalah satu-satunya pejabat yang memiliki kewenangan dan kewajiban melaksanakan pengawasan proses sertifikasi benih dan pengawasan dalam peredarannya. Dalam hal ini PBT mengemban tanggungjawab untuk melakukan pengawasan selama proses produksi dan peredarannya. Sedangkan berdasarkan Peraturan Bersama Menteri Pertanian Dan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor : 59/Permentan/OT.140/9/2011 NOMOR: 38 Tahun 2011 tentang ketentuan pelaksanaan peraturan menteri negara pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi nomor 09 tahun 2010 tentang jabatan fungsional pengawas benih tanaman dan angka kreditnya, maka PBT adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pengawasan benih tanaman. Tugas pokok Pengawas Benih Tanaman adalah menyiapkan, melaksanakan, mengevaluasi, mengembangkan dan melaporkan kegiatan pengawasan benih tanaman yang terdiri dari penilaian kultivar, sertifikasi, pengujian mutu benih, pengawasan peredaran benih tanaman, dan penerapan sistem manajemen mutu. Melihat definisi tersebut maka tugas PBT memiliki tanggung jawab yang besar pada pengawasan benih tanaman. Karena beban kinerja itu maka seorang PBT dituntut untuk mampu menunjukkan kompetensi dan pengalamannya dalam melaksanakan tugas secara akuntabel, transparan dan independen.
Ditulis Oleh : Bernadin IM,S.T.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Madya)