Kedelai di Indonesia menjadi sesuatu yang perlu untuk dicermati ketika mayoritas penduduk Indonesia mengkonsumsi tempe dan tahu, tetapi Indonesia masih mengimport kedelai. Indonesia merupakan importir kedelai terbesar kedua dunia setelah China. Kementerian Pertanian mencatat sekitar 86,4% kebutuhan kedelai berasal dari impor. Rata-rata setiap penduduk Indonesia dalam sepekan mengonsumsi 0,152 kg tahu dan tempe 0,139 kg, sehingga diperkirakan kebutuhan konsumsi kedelai tahun 2021 mencapai 1,95 juta ton dengan tingkat konsumsi kedelai per kapita per tahun mencapai sekitar 7,18 kg.
Kebutuhan kedelai yang masih tergantung dari import hanya dapat diatasi dengan peningkatan produksi nasional dan penetapan sasaran pencapaian swasembada kedelai. Pemerintah mempunyai harapan perbenihan kedelai membaik dengan terus mendorong pengembangan kedelai nasional, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi untuk menumbuhkan minat petani menanam kedelai dengan pemberian bantuan sarana produksi berupa benih unggul. Untuk mengatasi keterbatasan lahan, maka pengembangan kedelai diarahkan di lahan marginal lahan kering, rawa, dan di bawah tegakan (seperti misalnya sebagai tanaman sela dengan perkebunan dan perhutanan ataupun budidaya tumpangsari). Dengan mengingat sejarah bahwa Indonesia pernah mengalami swasembada kedelai pada tahun 1992 (masa orde baru) dan pada kenyataannya memang kedelai lokal memiliki kelebihan dengan umur tanaman yang lebih singkat (2,5 – 3) bulan daripada impor yang mencapai (5 – 6) bulan dan bijinya pun lebih alami dan non-transgenik, sehingga memiliki harapan besar bagi peningkatan produksi kedelai lokal. Program pengembangan kedelai didukung baik melalui bantuan pemerintah maupun swadaya, karena dengan kemandirian produksi kedelai terutama ketersediaan benih kedelai secara insitu menjadi jaminan usaha budidaya kedelai akan terus berlangsung dan pada akhirnya dapat memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri.
Program peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam perlu didukung dengan benih bermutu dalam jumlah cukup dan tersedia saat dibutuhkan. Benih bersertifikat diyakini dapat memberikan kontribusi yang nyata dalam peningkatan produksi dan produktivitas tanaman. Permasalahan utama benih kedelai bagi petani adalah ketersediaannya yang tidak kontinu pada saat yang dibutuhkan dengan harga terjangkau. Hal ini banyak disebabkan rantai distribusi yang terlalu panjang, sehingga kualitas benihnya menurun. Tantangan penyediaan benih kedelai adalah ketiadaan benih yang kontinu pada saat dibutuhkan dan umur simpan benih yang pendek . Benih kedelai yang diharapkan petani adalah yang berkualitas prima dan tersedia di sentra produksi sesuai dengan kebutuhan setempat.
Dalam rangka untuk mendukung pengembangan kedelai, maka penyediaan benih unggul bermutu dan sistem perbenihan harus dibenahi dan dioptimalkan. Sistem penyaluran kedelai melalui pendekatan Jaringan Benih Antar Lokasi dan Musim (JABALSIM) ke depan perlu diupayakan lebih baik. Di samping itu dukungan inovasi teknologi untuk perbanyakan benih dan pengawalan kepada penangkar benih sangat dibutuhkan. Kedelai di Indonesia dibudidayakan pada beragam tipe dan karakter lahan, serta musim tanam. Keberagaman lingkungan tumbuh tersebut selain berdampak positif terhadap penyediaan benih kedelai melalui sistem JABALSIM, juga berakibat pada beragamnya pengelolaan tanaman. Pengelolaan tanaman yang baik pada prinsipnya memodifikasi kondisi lingkungan agar sesuai dengan karakter dan persyaratan tumbuh tanaman untuk meminimalkan risiko kegagalan. Kelebihan yang dimiliki oleh benih kedelai adalah meskipun merupakan hasil panen baru tetapi tidak memiliki masa dormansi, sehingga dapat langsung ditanam sebagai benih pada musim berikutnya. Hanya sayangnya umur simpan benih hanya singkat yaitu sekitar 6 bulan. Jika sumber benih yang digunakan petani berasal dari petani lain atau kelompok tani yang lain maka akan terjadi perputaran benih.
Peluang untuk mengembangkan kedelai masih cukup besar, baik dalam usaha penangkaran benih maupun produksi kedelai sebagai bahan konsumsi. Salah satu strategi untuk mendukung percepatan penyediaan benih yang memadai adalah dengan membangun jejaring kerjasama antara pelaku agribisnis dengan pemasok benih sumber kedelai. Di samping itu dukungan inovasi teknologi untuk perbanyakan benih dan pengawalan kepada penangkar benih sangat dibutuhkan.
Petani penangkar atau kelompok tani mempunyai peluang memberikan kontribusi dalam pemenuhan kebutuhan benih di wilayahnya. Dalam upaya peningkatan kemampuan petani sebagai penangkar benih bermutu, maka beberapa aspek kelembagaan terkait perlu dibenahi dan diperkuat, di antaranya pembenahan dan penguatan kelompok tani dan gapoktan sebagai pengelola dan usaha (lembaga produksi benih), penguatan gapoktan sekaligus menjadi lembaga penangkaran benih. Menjembatani petani dengan pemerintah daerah dalam pengadaan sarana, mulai sarana budidaya, panen, pascapanen dan penyimpanan.
Sebenarnya budidaya kedelai untuk tujuan benih dan konsumsi pada prinsipnya tidak berbeda, yaitu memperoleh hasil tinggi dengan kualitas baik (fisik, fisiologis maupun genetis). Perbedaan prinsip teknologi budidaya kedelai untuk tujuan benih dengan untuk konsumsi terletak pada kegiatan pengawalan mutu. Teknik budidaya kedelai untuk tujuan konsumsi dan produksi benih pada prinsipnya sama, kecuali pada adanya kegiatan pemeriksaan lapang. Pada budidaya untuk tujuan produksi benih selain mensyaratkan dilakukannya kegiatan pemeriksaan lapang juga harus dilakukan kegiatan prosesing benih. Prosesing benih dimulai dari panen, perontokan, pembersihan dan sortasi, pengeringan dan pengemasan benih.
Tujuan pemeriksaan lapang adalah untuk mendapatkan benih yang memenuhi salah satu dari tiga aspek mutu benih yaitu mutu genetik. Sedangkan kegiatan sortasi selain untuk mendapatkan benih yang memenuhi aspek mutu genetik juga memenuhi mutu benih dari aspek fisik. Aspek mutu genetik perlu diperhatikan untuk menjamin bahwa benih yang dihasilkan secara genetik benar dan murni. Agar diperoleh benih kedelai bermutu secara genetik, fisik maupun fisiologi, maka di samping harus memenuhi kebutuhan agronomi bagi tanaman kedelai tersebut juga perlu mencermati karakteristik morfologi, agronomi, dan karakter khusus. Karakter morfologi penting yang dapat digunakan untuk menentukan kemurnian varietas kedelai antara lain: warna hipokotil, warna bunga, warna bulu, tipe tumbuh tanaman, tinggi batang, warna biji, warna hilum, serta penampilan secara keseluruhan dari masing-masing tanaman.
Berikut pengenalan karakteristik morfologi beberapa varietas unggul kedelai
(sumber pada http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/publikasi-monograf/bunga-rampai-teknik-produksi-benih-kedelai/)
Tahapan setelah budidaya di lapangan, maka faktor teknologi panen dan pasca panen yang tepat (penentuan saat panen, cara panen, pengeringan polong, perontokan biji, penjemuran biji, sortasi, pengemasan dan bahan kemasan, serta kondisi gudang simpan yang tepat) yang akan mempengaruhi mutu benih. Penanganan pascapanen benih kedelai adalah tahapan kegiatan yang dimulai sejak pemanenan hingga siap disimpan atau dipasarkan. Benih bermutu dicirikan oleh dipenuhinya standar benih bermutu/memenuhi persyaratan teknis minimal (benih bersertifikat) sesuai kelas benihnya. Benih kedelai mudah mengalami penurunan daya tumbuh selama penyimpanan karena kulitnya yang tipis dan sifatnya yang higroskopis, sehingga sangat peka terhadap perubahan kelembaban udara. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang benar mengenai karakteristik benih kedelai, faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan daya tumbuh (mutu fisiologis) benih, upaya untuk menahan laju penurunan mutu fisiologis benih, serta tindakan praktis yang perlu dilakukan dalam upaya memperpanjang daya simpan benih. Secara keseluruhan jika ingin menjadi penangkar benih kedelai, maka pengelolaan tanaman kedelai harus optimal. Hal yang diperlukan adalah penguasaan pengetahuan tentang karakter tanaman, persyaratan lingkungan tumbuh, kebutuhan air dan hara bagi tanaman, serta kondisi lingkungan dimana kedelai akan dibudidayakan. Di samping itu juga harus menguasai prosesing benih kedelai yang benar dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas fisiologis benih pasca panen. Bahwa kemunduran benih tidak dapat terhindarkan, namun terdapat upaya untuk dapat mempertahankan atau setidaknya menurunkan laju proses kemunduran benih.
Dari berbagai sumber
Nurhidayah, SP (PBT Madya UPTD BPPPMBTP DIY)