Seperti kita ketahui bahwa tututan akan produk pertanian dalam hal ini adalah benih yang berkualitas dan bermutu semakin meningkat seiring dengan meningkatkan ilmu dan pengetahuan petani, kondisi ini tidak bisa dipungkiri dan harus dihadapi oleh produsen sebagai sebuah tantangan yang harus ditemukan solusinya, sehingga konsumen menjadi terpuaskan akan produk pertanian yang dihasilkan khususnya oleh produsen benih dalam negeri. Sebagai salah satu upaya dalam menjawab tantangan tersebut adalah dengan mengembangkan produk pertanian melalui proses persilangan atau yang lebih dikenal dengan istilah Hibrida untuk mengasilkan tanaman yang memiliki keunggulan yang spesifik dan digemari oleh konsumen.
Tanaman hibrida adalah tanaman yang dihasilkan dari persilangan dua tetua atau lebih yang memiliki keunggulan tertentu, sehingga diharapkan dari hasil persilangan itu keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh kedua tetuanya itu akan terkumpul menjadi satu pada keturunan F1 nya sehingga ia memiliki karakter keunggulan dibandingkan dengan kedua tetuanya. Karakter tersebut antara lain produksi tinggi, umur genjah, mutu hasil baik, kemampuan adaptasi yang baik terhadap cekaman Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan lingkungan.
Dalam proses produksi, menjaga kemurnian genetik benih hibrida penting dilakukan untuk melindungi petani dari penyimpangan yang berakibat pada tidak berhasilnya peningkatan produk pertanian. Kemurnian genetik dinyatakan sebagai persentase jumlah tanaman yang murni secara genetik sesuai dengan deskripsi varietas yang dimaksud. Kontaminasi genetik sering ditemukan dalam uji kemurnian genetik yang dapat terdiri dari tipe simpang (off-type), tetua betina yang tidak terhibridisasi atau campuran varietas lain.
Uji Hibriditas adalah pengujian lapangan dan/atau laboratorium untuk mengetahui kebenaran varietas hibrida secara genetik sesuai varietas aslinya. Proses uji hibriditas ini dilakukan mulai dari fase penyemaian sampai dengan fase generatif. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengamati morfologi tanaman. Pengamatan dapat dilaksanakan pada fase penyemaian, fase vegetatif dan/atau generatif. Uji Hibriditas ini dilakukan terhadap Lot Benih yang telah lulus sertifikasi dan belum diedarkan. Uji Hibriditas ini dilakukan dengan membandingkan 120 tanaman F1 dengan 10 tanaman induk betina. Uji Hibriditiqas dinyatakan lulus bilamana minimal 97% tanaman terhibridisasi, artinya hanya ditemukan maksimal 3 buah tanaman yang tidak terjadi hibridisasi dari 120 tanaman F1 yang diuji. Apabila karakter yang membedakan hibrida dengan kontaminan genetik (tipe simpang/off-type atau tetua betina yang tidak terhibridisasi atau campuran varietas lain) sudah dapat dibedakan dengan jelas pada fase pengamatan tertentu, maka pengamatan fase berikutnya tidak perlu dilanjutkan.
Mengingat begitu pentingnya uji hibriditas ini maka benih-benih hibrida yang telah lulus sertifikasi di tingkat lapang harus melalui uji hibriditas ini untuk bisa diuji di laboratorium,, dan apabila hasil uji hibriditas memenuhi syarat lulus baru diajukan untuk uji laboratorium, jika hasil uji laboratorium ternyata memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan maka Lot benih tersebut bisa diedarkan sebagai benih hibrida tanaman hortikultura, tentu saja setalah memiliki label benih dengan kelas Benih Sebar (BR).
Itulah tambahan uji yang harus dilewati oleh benih-benih hibrida tanaman hortikultura untuk bisa diedarkan dipasaran sebagai benih-benih yang berkualitas dan berertifikat, karena uji hibriditas ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen dari benih-benih hibrida yang tidak sesuai dengan persyaratan yang berlaku dalam proses produksinya. Dengan adanya hasil uji hibriditas ini maka sudah bisa dipastikan bahwa benih hibrida yang dijual dipasaran adalah benih hibrida yang berkualitas dan bermutu sehingga konsumen akan mendapatkan benih hortikultura sesuai dengan yang mereka harapkan baik varietas maupun kualitasnya.
Penulis: Ekawahyuaryana, S.P. PBT Madya BPPPMBTP DIY